Home
/ kabar dpc
/ Berita
DPC Peradi SAI Jaktim Imbau Advokat Indonesia Pertahankan Hak Imunitas
PERADI | 08 Aug 2023JAKARTA, SUDUT PANDANG.ID – Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (DPC Peradi) Suara Advokat Indonesia (SAI) Jakarta Timur mengimbau kepada seluruh advokat di Indonesia bersatu padu untuk mempertahankan hak imunitas dalam melakukan peran dan fungsinya selaku advokat. Hak Imunitas Advokat sangat penting dalam penegakan hukum yang tentunya menjalankan profesinya sesuai dengan integritas dan moral.
Imbauan itu disampaikan Ketua DPC Peradi SAI Jakarta Timur, Jhon SE Panggabean, SH, MH, saat diskusi hukum yang berlangsung di John’s Pardede Hotel, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Diskusi hukum yang diselenggarakan oleh DPC Peradi SAI Jakarta Timur mengusung tema “Fungsi dan Peran Advokat Dalam Penegakan Hukum”. Menghadirkan tiga orang pembicara yakni Dr. Maruarar Siahaan, S.H, M.H., Prof. Dr. Mompang L Panggabean S.H. M.Hum., dan Jhon SE Panggabean, S.H,M.H.
“Kami menyelenggarakan acara ini termasuk agar seluruh masyarakat terutama penegak hukum lainnya, polisi, jaksa dan hakim serta KPK agar memahami dan menghargai fungsi dan peranan advokat sebagai penegak hukum dikaitkan dengan hak imunitas advokat,” ucap Jhon SE Panggabean.
Advokat senior ini memaparkan, fungsi dan peranan advokat dalam penegakan hukum yaitu melakukan penanganan yang berkaitan dengan masalah hukum, baik secara litigasi maupun non-litigasi.
Jhon mengutarakan, litigasi yaitu proses penyidikan, penuntutan sampai proses proses pengadilan bila hal tersebut pidana. Apabila perkara tersebut perdata sejak pembuatan gugatan, proses peradilan di Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT) dan Mahkamah Agung (MA) sampai eksekusi.
“Sedangkan kalau non-litigasi konsultasi atau memberikan advice hukum di luar proses litigasi,” terang Jhon.
Fungsi dan peran advokat dalam penanganan perkara, menurutnya, jauh lebih luas dan lebih berat dari penegak hukum lainnya yakni polisi sebatas menyelidiki dan menyidik perkara sampai P21. Lalu, setelah P21 dan berkas dan tersangka diserahkan ke kejaksaan, maka tugas polisi selesai.
“Begitu juga dengan jaksa membawa perkara ke pengadilan dan menuntut setelah itu selesai tugasnya,” ungkap pengacara senior.
Jhon menerangkan, tugas penegak hukum lainnya yakni majelis hakim hanya memeriksa pada tingkat tertentu seperti Hakim PN memeriksa perkara di tingkat PN, Hakin Tinggi tingkat Banding PT dan Hakim Agung ditingkat Kasasi (MA) serta Peninjauan Kembali (PK).
“Sementara, tugas advokat dalam perkara pidana dari sejak penyidikan, proses persidangan di tingkat PN, Banding, Kasasi serta PK dan dalam perkara perdata apabila sebagai penggugat hadir sejak gugatan diajukan proses pemeriksaan di PN, PT, MA bahkan sampai eksekusi, advokat hadir untuk membela, mendampingi atau mewakili kliennya,” jelasnya.
Jhon menegaskan, tugas advokat pun membuat perkara agar menjadi terang benderang, dalam arti meluruskan hal yang sepatutnya dan pantas dalam rangka penegakan hukum. Bahkan, peran lainnya yang dilakukan oleh advokat yakni memberikan sosialisasi penegakan hukum di negara ini.
Selain itu, lanjutnya, karena advokat berperan dalam menegakkan hukum yang begitu luas harus dilindungi dalam menjalankan tugasnya. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 UU Nomor 18 tahun 2003 tentang advokat yang menyatakan ”Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang Pengadilan”.
“Melalui diskusi hukum ini, DPC Peradi SAI Jakarta Timur agar seluruh masyarakat terutama penegak hukum lainnya, polisi, jaksa dan hakim serta KPK memahami dan menghargai fungsi dan peranan advokat sebagai penegak hukum dikaitkan dengan hak imunitas advokat,” kata Jhon.
Jhon mengungkapkan, sampai tahun 2015 lalu, bila ada advokat dipanggil pihak kepolisian baik sebagai saksi atau tersangka, maka mekanisme panggilan harus melalui organisasi.
“Namun setelah Peradi pecah menjadi tiga dan MoU antara Kapolri dengan Peradi berakhir dan banyaknya Organisasi Advokat hingga saat ini diperkirakan sebanyak 51 organisasi advokat telah secara resmi dapat mengangkat dan mengambil sumpah terhadap advokat baru, maka panggilan sering dilakukan tidak lagi melalui organisasi lagi,” pungkas pengacara yang dikenal religius itu.
Pada kesempatan itu, Dr. Maruarar Siahaan S.H.,M.H, mantan hakim karier dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan, diperlukan konsolidasi sesama advokat dapat saling bertukar pengalaman. Menurut Maruarar, yang terpenting advokat harus menjaga nama baik organisasi.
Selain itu, ia juga mengomentari terkait produk hukum seperti restorative justice yang saat ini marak diterapkan. Ia menambahkan, dari hasil diskusi hukum apabila ada usulan terkait dengan pasal bersinggungan dengan aturan bisa diajukan ke DPR-RI.
“Pengalaman-pengalaman dan mendiskusikan menghimpun menjadi satu pendapat yang barangkali ini juga bisa menjadi curah pendapat kepada DPR,” kata Hakim MK 2003-2008 ini.
Maruarar menyebutkan, ada beberapa pasal perlu adanya revisi atau perubahan. Harus diubah atau direvisi beberapa pasal yang terdapat dalam KUHAP, termasuk Peraturan Kapolri (Perkap) serta Peraturan Mahkamah Agung (Perma) perihal restorative justice dinilai bermasalah.
“Mungkin ada pasal-pasal tertentu yang kita usulkan harus diubah seperti di dalam KUHAP. Saya melihat Peraturan Kapolri juga memiliki pembahasan tersendiri misalnya di dalam restorative justice, itu bukan yang ada di undang-undang itu pun menjadi masalah,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI) ini.
Sementara, Guru Besar Pasca Sarjana UKI Prof Dr Mompang L. Panggabean, S.H., M.Hum menjelaskan, bahwa advokat adalah salah satu sub sistem dalam peradilan pidana. Ia mengatakan, posisi advokat harus dipandang posisinya seimbang dengan penegak hukum lainnya.
“Jadi harus kita lihat juga posisinya harus seimbang dengan Kepolisian, Kejaksaan, Hakim juga lembaga pemasyarakatan supaya jangan ada kesan advokat ini hanyalah suatu profesi yang keseimbangan,” jelas Mompang.
Dia menambahkan, keberadaan advokat dalam sistem peradilan pidana menjadi sangat relevan dalam rangka memperjuangkan hak-hak asasi manusia.
Oleh sebab, kata dia, melihat hal-hal yang dipandang kurang relevan dalam praktik penegakan hukum tentunya ada pembaruan yang harus dilakukan ke depan. Hal tersebut, menurutnya, terutama di dalam KUHAP.
Mompang menegaskan, dengan demikian apa yang menjadi cita-cita dari pendahulu negara atau pendiri negara bisa tercapai yaitu masyarakat yang adil dan makmur itu.
“Memang hari ini kita harus terus berjuang, tidak bisa mengatakan bahwa penegakan hukum kita sampai saat ini sudah baik. Tapi kita harus berjuang akan lebih baik lagi,” tandasnya.(PR/01)
Editor : Editor: Rukmana
Publish : 06 Agustus 2023
Sumber : sudutpandang.id
PERADI | 31 Oct 2024